Rabu, 21 April 2010

mesin tetas





Artikel kali ini menceritakan tentang percobaan pembuatan alat pengeram telur sangat sederhana. Kami memerlukan alat ini untuk mencoba menetaskan telur burung Merak hijau (Pavo muticus).

Alat pengeram/ penetas telur atau egg incubator bertenaga listrik ini cukup sederhana dan mudah dibuat. Namun kami juga belum tahu apakah inkubator ini sukses menetaskan telur atau tidak karena penetasan telur itu ternyata memiliki beberapa faktor yang menentukan. Namun setidaknya prinsip-prinsip dasar penetasan telur coba kami terapkan pada alat sederhana ini dengan harapan kami bisa mulai belajar mengenai soal penetasan telur.

Artikel ini sekadar sebagai dokumentasi kegiatan yang telah dilakukan. Ada beberapa kekurangan dalam disain yang mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian yang sedang mencari informasi pembuatan pengeram. Hati-hati bila anda ingin membuatnya karena perangkat ini terhubung langsung dengan jala-jala listrik rumah yang bila tersetrum tentu rasanya tidak menyenangkan:)

Selamat membaca.

Disain

Langkah awal seperti biasa adalah studi literatur, mengumpulkan beberapa contoh disain inkubator, prinsip penetasan dan ‘menengok’ alat yang dijual di sebuah toko unggas (poultry shop) di kota Bandung.
Di Internet banyak contohnya, mulai dari yang sangat sederhana hanya berupa kotak kardus sampai yang cukup canggih berkapasitas ratusan telur dan dilengkapi dengan pembalik telur otomatis. Ada artikel yang cukup komprehensif soal tetas menetas ini dari Glory Farm (hallo Glory Farm, artikel anda kami link disini ya, terima kasih atas tulisan yang bagus).

Sederhananya, sebuah alat inkubator telur akan terdiri dari:

1. Kotak inkubator
2. Pemanas (heater)
3. Kontrol temperatur (thermocontrol atau thermostat)
4. Penunjuk suhu (thermometer) dan penunjuk kelembaban
5. Rak untuk menyimpan telur

Alat penetas dual power (minyak tanah dan listrik) yang tersedia di toko lokal di Bandung berkapasitas 100 butir seharga Rp. 850.000 menggunakan thermocontrol sederhana. Berbentuk dua lempeng sensor panas (wafel) yang akan mengembang dan menekan saklar untuk memutus arus listrik. Mereka juga menjual sensor tersebut secara terpisah seharga Rp. 72.000. Kekurangan sensor wafel ini adalah tuning yang relatif lebih rumit, serta jangkauan suhu yang tidak bisa terlalu tinggi.

Untuk itu, kami tidak membutuhkan penetas dengan kapasitas besar. Kapasitas 5 telur pun sudah cukup. Sayangnya di pasaran lokal nampaknya tidak tersedia alat dengan kapasitas kecil. Sehingga kami memutuskan untuk mencoba membuatnya sendiri.

Parameter untuk telur peafowl yang kami dapatkan dari literatur internet beberapa hobiis di luar negeri adalah:

* Suhu inkubasi 99°F - 100°F atau sekitar 37.2°C - 37.8°C (dry bulb).
* Kelembaban pengeraman 60% atau 86°F - 87°F temperatur (wet bulb)
* Inkubasi 26 hari plus penetasan 2 - 3 hari.
* Pembalikan telur minimal 2x sehari.

Alat dan Bahan

1. Thermocontrol
Setelah menimbang-nimbang, kami memilih thermocontrol yang sedikit lebih canggih. Harganya memang lebih mahal, namun tentu terlihat lebih keren :) . Memiliki sensor termokopel terpisah dan dial potensiometer untuk tuning suhu yang diinginkan. Rentang suhu 2°C, dengan kemampuan sampai 110°C. Belakangan agak nyesel juga, buat apa suhu setinggi ini hehe. Di pasaran tersedia juga tipe yang memiliki kemampuan dial hanya 50°C. Rasanya yang ini lebih cocok karena tuning suhu akan lebih mudah. Tapi apa boleh buat, yang 110° sudah dibeli.

Dengan thermocontrol model ini kami dapat dengan mudah memindahkan dan men-set suhunya bila ingin digunakan pada peralatan lain, misalnya inkubator yogurt :) .
Selain itu di pasaran ada juga model digital dengan beragam fitur dengan harga yang lebih mahal.

Elemen pemanas
Elemen pemanas digunakan untuk menaikkan suhu di dalam ruangan temperatur sampai suhu yang dikehendaki.
Ada beberapa alternatif murah yang bisa dibuat. Yang mudah adalah dengan menggunakan bohlam lampu. Perambatan panas dari pijar bola lampu akan menghangatkan ruangan. Kekurangannya adalah daya rambat panas yang cenderung lambat. Selain itu untuk kotak seperti yang kami buat, kami kesulitan menemukan bola lampu yang pas dayanya. Yang kami coba, 25 watt terlalu rendah (sekitar 34°C), 60 watt terlalu tinggi (± 41°C).

Untuk itu kami menggunakan elemen pemanas yang biasa digunakan pada kompor listrik. Elemen dengan daya maksimal 300 watt berbentuk spiral kecil yang bisa ditarik dan dirangkai ini murah meriah dan mampu merambatkan panas dengan cepat.
3. Perkabelan, dudukan lampu, bohlam dan saklar
Lampu didalam inkubator rencananya kami gunakan selain sebagai penerang, juga untuk lebih mempertahankan suhu. Lampu ini terhubung dengan saklar tersendiri sehingga bisa dihidup matikan terpisah dengan elemen pemanas. Selain itu juga berfungsi sebagai backup manakala elemen pemanas putus. Berbagai peralatan kelistrikan ini untungnya tersedia di gudang sebagai sisa-sisa eksperimen yang lalu.
4. Kotak Inkubator
Kotak berukuran tinggi 50cm, lebar 24cm dan panjang 30cm dari bahan MDF ini merupakan kotak ex mainan anak yang kami temukan di gudang. Kami hanya menambahkan pintu dari bahan multiplex dan engselnya.
5. Alat kontrol Suhu dan Kelembaban
Thermometer sederhana dapat digunakan di dalam inkubator. Toko penyedia peralatan medis biasanya memiliki. Ada yang model air raksa/ mercury dilapis dengan papan multi (± Rp. 10.000) atau model batang (Rp. 12.500). Yang perlu diketahui thermometer yang biasa ini adalah alat untuk mengukur udara kering (dry bulb). Sedangkan untuk kelembaban kita juga harus memiliki thermometer untuk mengukur udara basah (wet bulb). Sayangnya kami belum menemukan thermometer wet bulb yang cukup ringkas untuk masuk dalam kotak inkubator kami.
Selain menggunakan wet bulb thermometer, pengukuran kelembaban bisa menggunakan hygrometer, namun sayangnya harganya lebih mahal. Penulis menemukan unit hygrometer yang cukup representatif harganya mencapai Rp. 200.000.
Kelembaban adalah faktor yang sangat penting bagi pertumbuhan embrio ayam, terutama saat menetas karena berhubungan dengan kondisi kering tidaknya kulit telur dan penguapan.
Yang harus diperhatikan adalah pengukuran dilakukan di berbagai sudut didalam inkubator, hal ini akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian "tuning".

Prinsip-prinsip dasar penetasan nampaknya sama untuk semua jenis telur.
Pada artikel berikutnya kami akan ceritakan skema dan cara merangkai alat-alat tersebut.
BUDIDAYA BURUNG PUYUH
( Coturnix-coturnix Japonica )

1. SEJARAH SINGKAT
Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil, berkaki pendek dan dapat diadu. Burung puyuh disebut juga Gemak (Bhs. Jawa-Indonesia). Bahasa asingnya disebut “Quail”, merupakan bangsa burung (liar) yang pertama kali diternakan di Amerika Serikat, tahun 1870. Dan terus dikembangkan ke penjuru dunia. Sedangkan di Indonesia puyuh mulai dikenal, dan diternak semenjak akhir tahun 1979. Kini mulai bermunculan di kandangkandang ternak yang ada di Indonesia.

2. SENTRA PETERNAKAN
Sentra Peternakan burung puyuh banyak terdapat di Sumatera, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah

3. J E N I S
kelas : Aves (Bangsa Burung)
Ordo : Galiformes
Sub Ordo : Phasianoidae
Famili : Phasianidae
Sub Famili : Phasianinae
Genus : Coturnix
Species : Coturnix-coturnix Japonica

4. MANFAAT
1) Telur dan dagingnya mempunyai nilai gizi dan rasa yang lezat
2) Bulunya sebagai bahan aneka kerajinan atau perabot rumah tangga lainnya
3) Kotorannya sebagai pupuk kandang ataupun kompos yang baik dapat digunakan sebagai pupuk tanaman

5. PERSYARATAN LOKASI
1) Lokasi jauh dari keramaian dan pemukiman penduduk
2) Lokasi mempunyai strategi transportasi, terutama jalur sapronak dan jalur-jalur pemasaran
3) Lokasi terpilih bebas dari wabah penyakit
4) Bukan merupakan daerah sering banjir
5) Merupakan daerah yang selalu mendapatkan sirkulasi udara yang baik.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
Sebelum usaha beternak dimulai, seorang peternak wajib memahami 3 (tiga) unsur produksi yaitu: manajemen (pengelolaan usaha peternakan), breeding (pembibitan) dan feeding (makanan ternak/pakan)
6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
1. Perkandangan
Dalam sistem perkandangan yang perlu diperhatikan adalah temperatur kandang yang ideal atau normal berkisar 20-25 derajat C; kelembaban kandang berkisar 30-80%; penerangan kandang pada siang hari cukup 25- 40 watt, sedangkan malam hari 40-60 watt (hal ini berlaku untuk cuaca mendung/musim hujan). Tata letak kandang sebaiknya diatur agar sinar matahari pagi dapat masuk kedalam kandang.

Model kandang puyuh ada 2 (dua) macam yang biasa diterapkan yaitu sistem litter (lantai sekam) dan sistem sangkar (batere). Ukuran kandang untuk 1 m2 dapat diisi 90-100 ekor anak puyuh, selanjuntnya menjadi 60 ekor untuk umur 10 hari sampai lepas masa anakan. Terakhir menjadi 40 ekor/m2 sampai masa bertelur.

Adapun kandang yang biasa digunakan dalam budidaya burung puyuh adalah:
a. Kandang untuk induk pembibitan
Kandang ini berpegaruh langsung terhadap produktifitas dan kemampuan menghasilkan telur yang berkualitas. Besar atau ukuran kandang yang akan digunakan harus sesuai dengan jumlah puyuh yang akan dipelihara. Idealnya satu ekor puyuh dewasamembutuhkan luas kandang 200 m2.
b. Kandang untuk induk petelur
Kandang ini berfungsi sebagai kandang untuk induk pembibit. Kandang ini mempunyai bentuk, ukuran, dan keperluan peralatan yang sama. Kepadatan kandang lebih besar tetapi bisa juga sama.
c. Kandang untuk anak puyuh/umur stater(kandang indukan)
Kandang ini merupakan kandang bagi anak puyuh pada umur starter, yaitu mulai umur satu hari sampai dengan dua sampai tiga minggu. Kandang ini berfungsi untuk menjaga agar anak puyuh yang masih memerlukan pemanasan itu tetap terlindung dan mendapat panas yang sesuai dengan kebutuhan. Kandang ini perlu dilengkapi alat pemanas.
Biasanya ukuran yang sering digunakan adalah lebar 100 cm, panjang 100 cm, tinggi 40 cm, dan tinggi kaki 50 cm. (cukup memuat 90-100 ekor anak puyuh).
d. Kandang untuk puyuh umur grower (3-6 minggu) dan layer (lebih dari 6 minggu)
Bentuk, ukuran maupun peralatannya sama dengan kandang untuk induk petelur. Alas kandang biasanya berupa kawat ram.
2.
3. Peralatan
Perlengkapan kandang berupa tempat makan, tempat minum, tempat bertelur dan tempat obat-obatan.

6.2. Peyiapan Bibit
Yang perlu diperhatikan oleh peternak sebelum memulai usahanya, adalah memahami 3 (tiga) unsur produksi usaha perternakan yaitu bibit/pembibitan, pakan (ransum) dan pengelolaan usaha peternakan.

Pemilihan bibit burung puyuh disesuaikan dengan tujuan pemeliharaan, ada 3 (tiga) macam tujuan pemeliharaan burung puyuh, yaitu:
a. Untuk produksi telur konsumsi, dipilih bibit puyuh jenis ketam betina yang sehat atau bebas dari kerier penyakit.
b. Untuk produksi daging puyuh, dipilih bibit puyuh jantan dan puyuh petelur afkiran.
c. Untuk pembibitan atau produksi telur tetas, dipilih bibit puyuh betina yang baik produksi telurnya dan puyuh jantan yang sehat yang siap membuahi puyuh betina agar dapat menjamin telur tetas yang baik.

6.3. Pemeliharaan
1. Sanitasi dan Tindakan Preventif
Untuk menjaga timbulnya penyakit pada pemeliharaan puyuh kebersihan lingkungan kandang dan vaksinasi terhadap puyuh perlu dilakukan sedini mungkin.
2. Pengontrolan Penyakit
Pengontrolan penyakit dilakukan setiap saat dan apabila ada tanda-tanda yang kurang sehat terhadap puyuh harus segera dilakukan pengobatan sesuai dengan petunjuk dokter hewan atau dinas peternakan setempat atau petunjuk dari Poultry Shoup.
3. Pemberian Pakan
Ransum (pakan) yang dapat diberikan untuk puyuh terdiri dari beberapa bentuk, yaitu: bentuk pallet, remah-remah dan tepung. Karena puyuh yang suka usil memtuk temannya akan mempunyai kesibukan dengan mematuk-matuk pakannya. Pemberian ransum puyuh anakan diberikan 2 (dua) kali sehari pagi dan siang. Sedangkan puyuh remaja/dewasa diberikan ransum hanya satu kali sehari yaitu di pagi hari. Untuk pemberian minum pada anak puyuh pada bibitan terus-menerus.
4. Pemberian Vaksinasi dan Obat
Pada umur 4-7 hari puyuh di vaksinasi dengan dosis separo dari dosis untuk ayam. Vaksin dapat diberikan melalui tetes mata (intra okuler) atau air minum (peroral). Pemberian obat segera dilakukan apabila puyuh terlihat gejala-gejala sakit dengan meminta bantuan petunjuk dari PPL setempat ataupun dari toko peternakan (Poultry Shoup), yang ada di dekat Anda beternak puyuh.


7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Penyakit
1. Radang usus (Quail enteritis)
Penyebab: bakteri anerobik yang membentuk spora dan menyerang usus, sehingga timbul peradangan pada usus.
Gejala: puyuh tampak lesu, mata tertutup, bulu kelihatan kusam, kotoran berk yang membentuk spora dan menyerang usus, sehingga timbul peradangan pada usus.
Gejala: puyuh tampak lesu, mata tertutup, bulu kelihatan kusam, kotoran berair dan mengandung asam urat.
Pengendalian: memperbaiki tata laksana pemeliharaan, serta memisashkan burung puyuh yang sehat dari yang telah terinfeksi.
2. Tetelo (NCD/New Casstle Diseae)
Gejala: puyuh sulit bernafas, batuk-batuk, bersin, timbul bunyi ngorok, lesu, mata ngantuk, sayap terkulasi, kadang berdarah, tinja encer kehijauan yang spesifik adanya gejala “tortikolis”yaitu kepala memutar-mutar tidak menentu dan lumpuh.
Pengendalian: (1) menjaga kebersihan lingkungan dan peralatan yang tercemar virus, binatang vektor penyakit tetelo, ayam yang mati segera dibakar/dibuang; (2) pisahkan ayam yang sakit, mencegah tamu masuk areal peternakan tanpa baju yang mensucihamakan/ steril serta melakukan vaksinasi NCD. Sampai sekarang belum ada obatnya.
3. Berak putih (Pullorum)
Penyebab: Kuman Salmonella pullorum dan merupakan penyakit menular.
Gejala: kotoran berwarna putih, nafsu makan hilang, sesak nafas, bulu-bulu mengerut dan sayap lemah menggantung.
Pengendalian: sama dengan pengendalian penyakit tetelo.
4. Berak darah (Coccidiosis)
Gejala: tinja berdarah dan mencret, nafsu makan kurang, sayap terkulasi, bulu kusam menggigil kedinginan.
Pengendalian: (1) menjaga kebersihan lingkungaan, menjaga litter tetap kering; (2) dengan Tetra Chloine Capsule diberikan melalui mulut; Noxal, Trisula Zuco tablet dilarutkan dalam air minum atau sulfaqui moxaline, amprolium, cxaldayocox
5. Cacar Unggas (Fowl Pox)
Penyebab: Poxvirus, menyerang bangsa unggas dari semua umur dan jenis kelamin.
Gejala: imbulnya keropeng-keropeng pada kulit yang tidak berbulu, seperti pial, kaki, mulut dan farink yang apabila dilepaskan akan
mengeluarkan darah.
Pengendalian: vaksin dipteria dan mengisolasi kandang atau puyuh yang terinfksi.
6. Quail Bronchitis
Penyebab: Quail bronchitis virus (adenovirus) yang bersifat sangat menular.
Gejala: puyuh kelihatan lesu, bulu kusam, gemetar, sulit bernafas, batuk dan bersi, mata dan hidung kadang-kadang mengeluarkan lendir serta kadangkala kepala dan leher agak terpuntir.
Pengendalian: pemberian pakan yang bergizi dengan sanitasi yang memadai.
7. Aspergillosis
Penyebab: cendawan Aspergillus fumigatus.
Gejala: Puyuh mengalami gangguan pernafasan, mata terbentuk lapisan putih menyerupai keju, mengantuk, nafsu makan berkurang.
Pengendalian: memperbaiki sanitasi kandang dan lingkungan sekitarnya.
8. Cacingan
Penyebab: sanitasi yang buruk.
Gejala: puyuh tampak kurus, lesu dan lemah.
Pengendalian: menjaga kebersihan kandang dan pemberian pakan yang terjaga kebersihannya.


8. P A N E N
8.1. Hasil Utama
Pada usaha pemeliharaan puyuh petelur, yang menjadi hasil utamanya adalah produksi telurnya yang dipanen setiap hari selama masa produksi berlangsung.
8.2. Hasil Tambahan
Sedangkan yang merupakan hasil tambahan antara lain berupa daging afkiran, tinja dan bulu puyuh.

9. PASCA PANEN
---
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN
10.1. Analisis Usaha Budidaya

1) Investasi
a. kandang ukuran 9 x 0,6 x 1,9 m
(1 jalur + tempat makan dan minum)
Rp. 2.320.000,-
b. kandang besar Rp. 1.450.000,-

2) Biaya pemeliharaan (untuk umur 0-2 bulan)
a. ay Old Quail (DOQ) x Rp 798 (Harga DOQ) Rp. 1.596.000,-
b. Obat (Vitamin + Vaksin) Rp. 145.000,-
c. Pakan (selama 60 hari)
Jumlah biaya produksi
Keadaan puyuh:
- Jumlah anak 2000 ekor (jantan dan betina)
- Resiko mati 5%, sisa 1900
- Resiko kelamin 15% jantan, 85% betina (285 jantan, 1615 betina)
- Setelah 2 bulan harga puyuh bibit Rp 3.625,- betina dan Rp 725 jantan
- Penjualan puyuh bibit umur 2 bulan
Minus Rp. 2.981.200,-
Rp. 4.722.200,-




Rp. 4.408.000,-
Rp. -314.200,-

3) Biaya pemeliharaan (0-4 bulan)
- 200 DOQ x Rp 798,- Rp. 159.600,-
- Obat (vitamin dan Vaksinasi) Rp. 290.000,-
- Pakan (sampai dengan umur 3 minggu) Rp. 2.459.925,-
Pakan (s/d minggu ke 4) betina 1615 ekor dan 71 ekor jantan (25% jantan layak bibit) Rp. 5.264.051,-
Jumlah biaya produksi Rp. 8.173.576,-

Keadaan puyuh:
- Mulai umur 1,5 bulan puyuh bertelur setiap hari rata-rata 85%, jumlah telur 1373 butir
- Hasil telur 75 hari x 1373 x Rp 75,- Rp. 7.723.125,-
- Puyuh betina bibit 1615 ekor @ Rp 3.625,- Rp. 5.854.375,-
- Puyuh jantan bibit 75 ekor @ Rp 798,- Rp. 59.850,-
- Puyuh jantan afkiran 214 ekor @ Rp 725,- Rp. 155.150,-

4) Keuntungan dari hasil penjualan Rp. 5.618.924,-

5) Biaya pemeliharaan (sampai umur 8 bulan)
a. Biaya untuk umur 4-8 bulan Rp. 1.625.137,-

6) Pendapatan
a. Hasil telur (0,5 bulan) 195 x 1373 x Rp 75,- Rp. 20.080.125,-
b. Hasil puyuh afkir 1615 ekor @ Rp 798,- Rp. 1.288.770,-
c. Hasil jantan afkir 71 ekor @ Rp 725,- Rp. 51.475,-
d. Hasil jantan afkir (2 bln) 214 ekor @ Rp 725,- Rp. 155.150,-

7) Keuntungan beternak puyuh petelur dan afkiran jual Rp. 10.950.113,-

Jadi peternak lebih banyak menjumlah keuntungan bila beternak puyuh petelur, baru kemudian puyuh afkirannya di jual daripada menjual puyuh bibit. Analisa usaha dihitung berdasarkan harga-harga yang berlaku pada tahun 1999.
10.2. Gambaran Peluang Agribisnis
---

11. DAFTAR PUSTAKA
1. Beternak burung puyuh, 1981. Nugroho, Drh. Mayen 1 bk. Dosen umum Ternak Unggas Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan, Universitas Udayana.
2. Puyuh, Tatalaksana Budidaya secara komersil, 1992. Elly Listyowati, Ir. Kinanti Rospitasari, Penebar Swadaya, Jakarta.
3. Memelihara burung puyuh, 1985. Muhammad Rasyaf, Ir. Penerbit Kanisius (Anggota KAPPI), Yogyakarta.
4. Beternak burung puyuh dan Pemeliharaan secara komersil, tahun 1985. Wahyuning Dyah Evitadewi dkk. Penerbit Aneka Ilmu Semarang

12. KONTAK HUBUNGAN
1. Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829
2. Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek, Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8, Jakarta 10340, Indonesia, Tel. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952, Situs Web: http://www.ristek.go.id


Sumber :
Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas